Malulah kepada Allah SWT apabila melakukan maksiat


http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/315861_231602753564762_31568424_n.jpg

Bergertalah Jiwa

“Bila Allah hendak membinasakan seorang hamba, Dia akan mencabut rasa malunya darinya. Bila rasa malu ini sudah dicabut, kau akan melihatnya dibenci dan di jauhi orang-orang. Apabila kaulihat ia dibenci dan dijauhi, dicabutlah sikap amanah darinya. Bila Amanah itu sudah dicabut, kau akan lihat dia menjadi khianat dan pengkhianat. Jika ia dianggap khianat dan pengkhianat, dicabutlah rasa kasih sayang darinya. Bila rasa kasih sayang itu sudah dicabut, kau akan lihat dia menjadi penjahat dan terlaknat. Apabila ia sudah jadi penjahat dan terlaknat, dicabutlah Islam darinya. (HR. Ibnu Majah)

Merinding Nggak Baca Hadist Diatas…??

Coba kita resapi hadist diatas, betapa dengan gamblang kekasih kita Rasulullah Saw memaparkan keadaan seseorang hanya dari satu sifat saja. Yaitu hilangnya rasa malu..!! Hanya karena tidak malu..atau malu-maluin diri sendiri, berakibat datangnya, nestapa, khianat, jadi penjahat, hilang amanah, dijauhi orang,dibenci dan seabreg keburukan lainnya.

Loh saya juga pemalu kok..!! nanti dulu harus kita bedakan mana namanya pemalu dan namanya MALU menurut syariat..lantas apa BEDANYA DOUUNNKK..
Tetapi membahas rasa malu yang kita kenal seharian akan terlalu panjang, mari kita cerita saja seputar RASA MALU yang dimaksud dalam hadist-hadist Nabi Saw.

Hilang Rasa Malu, Maka Kalbu Akan Mati .!!

Kaitan antara kalbu dan rasa malu sangatlah kuat, jika kalbu ini sudah dan bahkan sering diisi oleh nutrisi Iman, ilmu syariat dan lainnya pasti rasa malunya pun akan bertambah. Namun kebalikannya jika hati ini tidak pernah diisi dengan iman yang segar, cuman dibiarkan begitu saja, solatnya pun dari dulu gitu-gitu saja, baca Qur’an nya pun dari dulu cuman begitu saja, sedekah nya pun dari dulu cuman segitu-gitu aja, Alias tidak ada perubahan yang signifikan mungkinkah akan bertambah rasa malunya??

Kalau kalbu sudah dibiarkan terbengkalai, maka dipastikan lambat laun KALBU nya padam, sirna dan pastilah kalbunya tidak akan pernah menerangi akal dan raganya.
Kalau sudah begini:
  • Sudah tidak malu berbuat perbuatan tercela
  • menganggap sepele maksiat malah senang membicarkannya bahkan di awar2 ke orang lain
  • Antara dosa dan pahala nga ada bedanya
  • Kalau ada nikmat tidak bersyukur, kalau banyak kecewa bilang ke sana kemari hidup tuh ngak Adil
  • Senang melakukan keburukan, ejek sana, menghina disini. Apapun yang ditulisnya membuat orang sakit hati, apapun yang dikatakannya membuat orang benci
  • Ngak malu pada umurnya, semakin bertambah usia harusnya lebih banyak belajar agama
  • Tidak malu bahwa ibadahnya tidak berkualitas padahal bisa lebih jika berusaha
  • Tidak malu tidak pakai jilbab
  • Tidak punya rasa ingin lebih baik ibadahnya dari yang kemarin
  • Tidak malu sampai sebesar ini belum juga berbakti kepada Orang tua
  • Ngak malu dosa dah segudang tapi tidak tobat juga
  • Ngak malu terus-terusan minta bahagia, sukses tapi lupa dengan orang miskin, anak yatim
  • Ngak malu bisa hanging out ke mall, ke resto baru padahal nun jauh disana banyak anak yatim cuman makan combro…
Dan seterusnya

Loh Kok Bisa Begitu…?

Cuma perhatikan, kata HAYA (yang berarti MALU) diambil dari kata HAYAH (kehidupan) jadi seakan-akan rasa malu itu akan membuat kalbu seseorang itu hidup, membuat kalbu seseorang itu terus mencari jati diri. Maka pantas sekali jika rasa malu itu bagian dari Iman, sebagaimana kekasih kita Rasulullah Saw menegaskan:

Malu dan Iman saling berkaitan, jika salah satunya terangkat maka yang lainnya pun terangkat (HR. Hakim)

Malu itu bagian dari Iman, dan Iman tempatnya di surga. Sementara keburukan bagian dari hati yang sesat. Dan hati yang sesat tempatnya di neraka (HR. Tirmizi)
Ini Dia Nasihat Dari Seorang Celeb Surga

Ibrahim bin Adham, seorang Soleh, seorang celeb surgawi yang pantas kita dengar nasehatnya ketika ia ditanya tentang orang yang suka maksiat:
  • Jika kau mau maksiat, jangan maksiat di Bumi Allah
  • Jika kau mau maksiat, jangan makan rezeki Allah
  • Jika kau mau maksiat, jangan sampai terlihat oleh Allah
  • Jika datang malaikat maut menjemput, bilang saja tunggu dulu aku mau tobat dulu
Jadi Gemana Solusinya Douunkk…??

Hadirkan dalam hati rasa malu ini:

Malu Karena Sering banget Berbuat Dosa:

Jangan pernah menghitung ibadah kita, karena jika kita hitung pasti akan merasa sudah cukup, Anggap ibadah kita kecil dan tidak berarti, kalau sudah begini pasti ada keinginan untuk beribadah lebih banyak dan lebih baik. Coba banyangkan sekali saja sholat wajib, tiba-tiba kita ber ghibah (membicarakan keburukan orang lain) bukankah pahala solat itu hilang tidak berbekas? Jadi apa yang tersisa????

Malu Karena Lalai

Coba setiap doa yang kita panjatkan biasanya berkisar akan keinginan dan harapan kita yang belum wujud. Namun lupa bersyukur, lupa tahajud, lupa bakti ma ortu, lupa zakat, lupa sedekah, lupa ke pengajian, lupa membesarkan agama Allah dan sederet lupa lainnya.

Malu Karena Cinta

Lah aku juga punya pacar kok..aku cinta…wow..bukan itu maksudnya..pacaran malah menambah dosa, seindah apapun yang dirasakan. Malu karena cinta itu karena kita merasa kita cinta pada Allah dan Rasul, tapi kenyataanya emang kagak cinta karena:
  • Kalau cinta Allah kenapa tidak pernah membanyakan Asma Allah, padahal kalau cinta ke pacar, setiap detik,setiap saat selalu teringat..
  • Kalau cinta Allah kenapa susah sekali belajar Al-Qur’an, datang ke pengajian, ngak pernah membesarkan agama Allah.
  • Kalau cinta Nabi kenapa banyak sunnah-sunnah nya ditinggalkan? Wudhu aja kagak pernah belajar gimana yang benar, apalagi cara solat, bersiwak, cara tidur, cara makan dll
  • Kalau cinta Nabi? Apa punya buku sejarah Nabi di rumah kita?
Malu Karena Nikmat

Kalau merasa banyak nikmat Allah yang dirasakan, kenapa harus sedih, kenapa nga banyakin ibadah nya, kenapa susah disuruh dalam taat ???
Karena terlalu panjang cukup sekian

Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

MANUNGGALING KAWULA GUSTI: 140 AJARAN DAN PEMIKIRAN SYEIKH SITI JENAR

KHASIAT DALAM SURAH ALI IMRAN

Hizb ut-Tahrir's Manifesto for the Revolution of Al-Sham: Towards the Birth of a Second Rightly-Guided Khilafah