“Aku Khawatir Diriku Berubah”
Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah bin Mudakir Al-Jakarty
Siapa diantara kita yang merasa aman dari penyimpangan, yang dulunya taat kepada Allah Ta’aala sekarang menjadi tidak taat, yang dulunya diatas sunnah sekarang menjadi penyuru bid’ah, yang dulu tegas dan jelas dengan orang-orang yang menyimpang sekarang bersikap membela. Tentu kita tidak merasa aman, coba kita lihat bagaimana kekhawatiran Nabi Ibrahim alaihissalam dari dirinya terjatuh kepada perbuatan syirik yang hal ini tidak mungkin terjadi pada beliau. Allah Subhaanahu wata’ala berfirman:
Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih al-Fauzan hafidzahullaah, yang beliau berkata : “Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam melihat banyaknya yang mereka terjatuh dan terfitnah dengan peribadatan kepada berhala beliau merasa khawatir (takut) terhadap dirinya, maka beliau pun berdoa kepada Rabbnya agar diteguhkan di atas agama tauhid dan agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah merasa aman dari fitnah. Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang beliau orang yang paling sempurna imannya dan paling sempurna tauhidnya dari mereka merasa khawatir terhadap dirinya maka beliau berdoa : “Wahai Dzat pembolak balik hati tetapkanlah hatiku pada agamamu,” maka berkata Aisyah Ummul Mukminin kepadanya, “Apakah engkau khawatir terhadap dirimu?” Maka berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “ wahai Aisyah, tidaklah aku merasa aman dan hati seorang hamba itu antara dua jari dari jemari Allah. “dan inilah dua Khalil (kekasih Allah) Ibrahim dan Muhammad shallalhu alaihima wasallam khawatir atas agama keduanya mereka berdoa kepada Allah supaya Allah memberikan hidayah kepada keduanya (untuk selamat dari kesyrikkan –ed) dari apa yang banyak manusai terjatuh kepadanya.”(Duruus fii Syarhi Nawaqidil Islam, Syaikh Shalih al-Fauzan : 37, Maktabah ar-Rusyd)
Lalu apakah kita merasa aman diri kita tidak berubah, yang dulunya bertauhid menjadi pelaku kesyirikkan, yang dulunya diatas sunnah menjadi pelaku bid’ah, yang dulunya tegas dengan orang-orang menyimpang (diantaranya adalah turatsiyyin, hasaniyyin dan selain mereka) sekarang malah bermuamalah dan membelanya.
Banyak hal yang menjadi sebab seseorang berubah, yang tadinya berada diatas ketaatan menjadi pelaku maksiat, yang tadinya diatas manhaj yang haq sekarang menempuh manhaj yang bathil. Diantaranya adalah tidak menjaga dirinya dari pergaulan bebas dari teman-teman yang jelek atau orang-orang yang menyimpang. Di bawah ini sebagian kisah orang-orang yang telah berubah dan bergeser prinsip agamanya gara-gara salah bergaul dengan orang-orang menyimpang, diantara kisahnya:
Muhammad Bin Al-‘Ala Abu Bakr menceritakan kepada kami dari dari Mughirah ia berkata :
Ibnu Baththah Al-Ukbary berkata :
Setelah ini adakah yang mau mengambil pelajaran dari hadits Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam. Dimana Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita dari bahaya teman duduk yang jelek:
Berkata Al Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah :
Berkata Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah :
Semoga Allah Ta’aalla melindungi kita semua dari penyimpangan, pergeseran prinsip agama dan manhaj. Amin.
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Rabbku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia.” (Qs. Ibrahim 35-36)Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih al-Fauzan hafidzahullaah, yang beliau berkata : “Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam melihat banyaknya yang mereka terjatuh dan terfitnah dengan peribadatan kepada berhala beliau merasa khawatir (takut) terhadap dirinya, maka beliau pun berdoa kepada Rabbnya agar diteguhkan di atas agama tauhid dan agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah merasa aman dari fitnah. Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang beliau orang yang paling sempurna imannya dan paling sempurna tauhidnya dari mereka merasa khawatir terhadap dirinya maka beliau berdoa : “Wahai Dzat pembolak balik hati tetapkanlah hatiku pada agamamu,” maka berkata Aisyah Ummul Mukminin kepadanya, “Apakah engkau khawatir terhadap dirimu?” Maka berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “ wahai Aisyah, tidaklah aku merasa aman dan hati seorang hamba itu antara dua jari dari jemari Allah. “dan inilah dua Khalil (kekasih Allah) Ibrahim dan Muhammad shallalhu alaihima wasallam khawatir atas agama keduanya mereka berdoa kepada Allah supaya Allah memberikan hidayah kepada keduanya (untuk selamat dari kesyrikkan –ed) dari apa yang banyak manusai terjatuh kepadanya.”(Duruus fii Syarhi Nawaqidil Islam, Syaikh Shalih al-Fauzan : 37, Maktabah ar-Rusyd)
Lalu apakah kita merasa aman diri kita tidak berubah, yang dulunya bertauhid menjadi pelaku kesyirikkan, yang dulunya diatas sunnah menjadi pelaku bid’ah, yang dulunya tegas dengan orang-orang menyimpang (diantaranya adalah turatsiyyin, hasaniyyin dan selain mereka) sekarang malah bermuamalah dan membelanya.
Banyak hal yang menjadi sebab seseorang berubah, yang tadinya berada diatas ketaatan menjadi pelaku maksiat, yang tadinya diatas manhaj yang haq sekarang menempuh manhaj yang bathil. Diantaranya adalah tidak menjaga dirinya dari pergaulan bebas dari teman-teman yang jelek atau orang-orang yang menyimpang. Di bawah ini sebagian kisah orang-orang yang telah berubah dan bergeser prinsip agamanya gara-gara salah bergaul dengan orang-orang menyimpang, diantara kisahnya:
Muhammad Bin Al-‘Ala Abu Bakr menceritakan kepada kami dari dari Mughirah ia berkata :
قال : حدثنا محمد بن العلاء ، قال : حدثنا أبو بكر ، عن مغيرة ، قال : خرج محمد بن السائب ، وما كان له هوى فقال : « اذهبوا بنا حتى نسمع قولهم ، فما رجع ، حتى أخذ بها ، وعلقت قلبه
“Muhammad bin As-Saib keluar –dan ia bukan ahli bid’ah-, ia berkata : “pergilah bersama kami sampai kita mendengar ucapan mereka (ahli bid’ah), maka ia tidak kembali sampai akhirnya ia menerima kebid’ahan itu dan hatinya terikat dengan ucapan mereka.” (Al-Ibanah 2/470 no 476-477, Tahdzibut tahdzib 8/113)قال أبو الوليد الباجي في كتاب فرق الفقهاء عند ذكر أبي بكر الباقلاني: لقد أخبرني أبو ذر وكان يميل إلى مذهبه الأشعري- فسألته: من أين لك هذا؟ قال: كنت ماشيًا مع أبي الحسن الدارقطني, فلقينا القاضي أبا بكر بن الطيب القاضي, فالتزمه الدارقطني وقبَّل وجهه وعينيه, فلما افترقا قلت: من هذا؟ قال: هذا إمام المسلمين والذابّ عن الدين, القاضي أبوبكر بن الطيب. قال أبوذر فمن ذلك الوقت تكررت إليه مع أبي, فاقتديت بمذهبه
Abu Walid Al-Baji’ dalam kitabnya ‘Ikhtishar Firaqil Fuqaha’ ketika menyebutkan keadaan Abu Bakr Al-Bakillany mengatakan : “Abu Dzar Al-Harawi telah menceritakan kepadaku bahwa ia condong kepada madzhab Al Asy’ari (firqah sesat –ed).” Maka saya tanyakan dari mana kamu mendapatkan madzhab ini. Ia berkata : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al Hasan Ad-Daruquthni (Imam Daruqutniy –ed) dan kami bertemu dengan Abu Bakr bin Ath Thayyib Al-Qadhi, lalu Ad-Daruquthni memeluknya dan mencium wajah dan kedua matanya, maka setelah kami berpisah dengannya, maka saya bertanya (kepada Daruquthni) siapa laki-laki tadi..?” Ia (Imam Daruquthi) menjawab : “Imamnya kaum muslimin, pembela islam, yaitu Al-Qadhi Abu Bakr bin At Thayyib.” Abu Dzar berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulang mendatanginya bersama ayahku dan akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (At-Tadzikrah : 3/1104-1105 dan As Syiar : 17/558-559)Ibnu Baththah Al-Ukbary berkata :
ولقد رأيت جماعة من الناس كانوا يلعنونهم ، ويسبونهم ، فجالسوهم على سبيل الإنكار ، والرد عليهم ، فما زالت بهم المباسطة وخفي المكر ، ودقيق الكفر حتى صبوا إليهم
“Saya pernah melihat seklompok manusia yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah untuk mengingkari dan membantah mereka dan terus menerus orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan tipu daya itu sangat halus dan kekafiran sangat lembut dan akhirnya terkena kepada mereka.” (Al-Ibanah : 2/470)Setelah ini adakah yang mau mengambil pelajaran dari hadits Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam. Dimana Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita dari bahaya teman duduk yang jelek:
إِنَّمَامَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِكَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِفَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّاأَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّاأَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِإِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Sesunggunhnya perumpamaan teman duduk yang shalih dan teman duduk yang jelek, seperti seorang pembawa (tukang minyak wangi) dan pembuat pandai besi, maka orang yang membawa minyak wangi maka kemungkinan minyak wangi itu mengenaimu, atau engkau membelinya atau engkau mendapati bau yang harumnya. Dan pandai besi kemungkinan apinya akan membakar bajumu atau engkau mendapati bau yang tidak enak.“(HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Musa al-Asy’ari)Berkata Al Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah :
وفي الحديث النهى عن مجالسة من يتأذى بمجالسته في الدين والدنيا والترغيب في مجالسة من ينتفع بمجالسته فيهما
“Pada hadits ini terdapat larangan dari bergaul kepada orang yang berdampak (jelek –ed) bagi agama dan dunia dan anjuran untuk bergaul kepada orang yang bermanfaat bagi agama dan dunia.” (Fathul Bari : 4/324)Berkata Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah :
فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك ، وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِ الْكِير ، وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الْأَخْلَاق وَالْوَرَع وَالْعِلْم وَالْأَدَب، وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع، وَمَنْ يَغْتَاب النَّاس، أَوْ يَكْثُر فُجْرُهُ وَبَطَالَتهوَنَحْو ذَلِكَ مِنْ الْأَنْوَاع الْمَذْمُومَ
“Di dalam hadits (ini) terdapat perumpamaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa teman duduk yang shalih seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman duduk yang jelek seperti pandai besi, dan di dalamnya (di dalam hadits) terdapat keutamaan bergaul dengan orang shalih, orang yang baik, orang yang menjaga muru’ah, orang yang mempunyai akhlaq yang mulia, orang yang wara’ dan memiliki adab dan (di dalam hadits ini –ed) terdapat larangan dari bergaul dengan orang yang jelek, ahlu bid’ah, orang yang mengumpat manusia, atau bergaul dengan orang yang banyak berbuat dosa dan pengangguran dan semisalnya dari macam-macam orang yang tercela.” (Syarh Shahih Muslim : 8/427)Semoga Allah Ta’aalla melindungi kita semua dari penyimpangan, pergeseran prinsip agama dan manhaj. Amin.
Ulasan
Catat Ulasan