Berhala itu Bernama “Cinta Buta”

 

Al-Mahabbah (rasa cinta) letaknya dalam hati yang diiringi rasa pengharapan dan rasa takut, selalu berusaha untuk taat kepada yang dia cintai sehingga berusaha untuk menghindari segala yang dibenci dan melkaukan apa yang dia cintai.
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 165:
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah salah seorang diantara kalian beriman sampai aku lebih kalian cintai dari anaknya dan pada orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa rasa cinta termasuk ke dalam amalan hati, oleh karena itu tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al mahabbatul ibadah ialah “suatu kecintaan yang terkandung di dalamnya penghambaan, pengagungan dan ketundukan hati seseorang kepada sesuatu yang dicintainya.”

Kecintaan seperti ini tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena jika dipalingkan kepada yang lainnya dapat menjerumuskan kepada jurang kesyirikan, disebabkan dia telah menyamakan rasa cintanya antara Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sesuatu yang dicintainya, sebagaimana firman-Nya dalam potongan surat Al-Baqarah ayat 165:
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan keadaan orang-orang mysrikin di dunia, dan di akhirat kelak mereka akan mendapatkan azab yang pedih dikarenakan mereka mengambil (dan menjadikan) tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala , mereka mencintai tandingan-tandingan tesebut sebagaimana mecintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Orang-orang musrik menyamai kecintaan dan pengagungan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana mereka mencintai berhala-berhala dan semisalnya. Oleh karena itu mereka menyesali dan mengatakan kepada berhala-berjala dan patung-patung yang mereka cintai dan mereka agungkan pada hari kiamat (di neraka) dengan berkata:
“Demi Allah, sungguh kita dahulu di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam. (QS Asy-Syu’araa 26: 97-98)

Al-Hubb memiliki makna Ats-Tsubut dan Al-lujum arinya ketetapan dan kelekatan, sehingga orang yang mencintai sesuatu, jiwanya akan tetap melekat pada kekasihnya tidak tergoyahkan, akan selalu kokoj melakukan pengorbanan untuk sang kekasih-Nya, menghambakan diri di gadapan kekasih-Nya dalam benuk ta’zhim, merendahkan dirinya dan menyempurnakan ketaatan serta pengorbanan pada kekasih-Nya. Ini adalah mahabbah Al-Ubudiyah yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Berkata Ibnu Mandzur rahimahullah: Al Isyq adalah cinta yang berlebihan dan melampaui batas.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tahimahullah: Al-Isyq adalah hilangnya akal, sering berkhayal (hingga gila) karena orang yang terkena Isyq selalu menghayali orang yang dicintainya (sehingga menderita dan terkena penyakit cinta).

Penyakit isyq Bertingkat-tingkat, Sampai pada Tingkatan Kufur Kepada Allah
Penyakit ini kadang mencapai tingkat kekufuran, apabila orang tersebut menyamakan kecintaannya sebagaimana mencintai Allah Subhanahu wa ta’ala atau lebih besar kecintaannya kepada kekasihnya daripada mencintai Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka Isyq seperti ini pelakunya tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa ta’ala karena telah melakukan kesyirikan (penyamaan) dalam rasa Cinta.

Ciri yang menonjol pada isyq ini adalah dia lebih mendahulukan keridhoan kekasihnya daripada keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala, apabila saling bertentangan antara keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan keridhoan kekasihnya dia lebih mendahulukan dan mementingkan kekasihnya, dia mengeluarkan pengorbanan yang paling berharga terhadap kekasihnya, lebih banyak meluangkan waktunya daripada terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala.

Orang-orang semacam ini sering kali mengungkapkan:

“Di dalam hatiku hanya ada kamu, atau wahai kekasihku aku serahkan hati ini untukmu seorang”

Dan diantara Mereka berkata:

“Menjalin tali cinta denganmu itu lebih aku sukai daripada menjalin kasih sayang (Allah) sang pencipta yang maha mulia”

Tidak diragukan lagi bahwa hal seperti ini termasuk kesyirikan yang amat besar, dikarenakan dirinya sudah menghambakan kepada orang yang dicintainya. Dia lebih memilih menjalin hubungan cinta dengan sang kekasih daripada kasih sayang Allah Subhanahu wa ta’ala. ~Na’udzubillahi min dzaalik~

Karena yang namanya al’ubudiyah (penghambaan, pemujaan) seorang hamba dia curahkan dengan rasa cinta dan pengagungan kepada yang dicintainya hal ini merupakan ibadah yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Seorang hamba semenjak ia dilahirkan ke dunia ini maka ia adalah musafir menuju Tuhannya. Sedang umur seseorang adalah batas lamanya ia di dalam perjalanan ini. Batasan perjalanannya yang sudah digariskan oleh Tuhannya. Sedangkan hari dan makan adalah jenjang di dalam perjalanannya. Sehingga ia menghabiskan malam dan siangnya sampai selesai perjalanannya.” (Ibnu Qoyyim dalam Toriqul Hijrotain)
Ketika ditanyakan, Apalah penyakit ini bisa disembuhkan?
Apakah ada ruqyah untuk penyakit sihir yang mematikan ini?
Lalu adakah jalan menuju taufiq dari Allaj Subhanahu wa Ta’ala?
Apakah mungkin orang yang mabuk kepayang akan sadarkan diri?
Apakah dia bisa mengendalikan jiwanya?
Padahal kecintaannya sudah memuncak?
dan adakah dokter yang mampu menyembuhkannya?
 
 
~Wahai orang yang tengah dilanda cinta yang membuatnya buta dari memperhatikan firman Allah:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa’: 32)
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al-Baqarah ayat 165)
~Wahai orang yang tengah dilanda rindu yang mebuatnya tuli dari mendengarkan sabda Rasulullah:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina, dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina, dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina, dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara, hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

“Tidaklah salah seorang diantara kalian beriman sampai aku lebih kalian cintai dari anaknya dan pada orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)
~Wahai orang yang dimabuk asmara yang membuat hatinya tak bisa menerima peringatan dan nasihat para ulama:
“Kecintaan dan ketergantungan hati terhadap hal yang diharamkan adalah hal yang dapat menggiring seseorang kepada kesyirikan. Semakin dekat seorang dengan kesyirikan dan semakin jauh ia dengan keikhlasan, maka semakin lekat pula kecintaan dan ketergantungannya terhadap perkara yang diharamkan. Sebaliknya, semakin baik keikhlasan dan tauhidnya, maka ia pun akan semakin jauh dari kecintaan dan keterpautan hati terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Oleh karena itu, maka istri sang pembesar –pun terfitnah dengan Yusuf –‘alihissallaam- disebabkan karena penyakit ini, karena adanya kesyirikan di dalam hatinya. Adapun nabiullah Yusuf –alaihissalaam-, maka Beliau selamat dari fitnah tersebut karena keikhlasannya kepada Allah. Allah -ta’ala- berfirman; [Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya ‘as suu’ (kemungkaran) dan ‘al fahsyaa’ (kekejian). Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.]. Maksud dari kata (‘as suu’) adalah al ‘isyqu (cinta maut), sedangkan maksud dari kata (al fahsyaa’) adalah zina. Maka seorang yang ikhlas, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah berupa kecintaan dan ketergantungan hati terhadap hal yang diharamkan Allah. Adapun orang musyrik, maka hatinya senantiasa terpaut dengan selain Allah, maka kecintaan dan tauhidnya pun tidaklah tulus kepada Allah.” (Ibnul Qayyim)
Apakah engkau akan terus membiarkan mata yang telah diberikan oleh Rabbmu untuk menangis sepanjang malam karena rasa rindumu yang menggebu kepada kekasih hatimu?

Tidakkah engkau menggunakannya untuk menangisi dosa zina mata, telinga, tangan, kaki, hati dan kemaluanmu yang telah menyeret kekasih hatimu melakukan dosa yang sama denganmu?

Apakah engkau terus membiarkan pikiran yang telah diberikan Penciptamu untuk lebih banyak mengingat kebaikan makhluknya dibanding kebaikan Al-Khaliq?
Jika kau katakan kau tidak mengingat kekasihmu melebihi dzikirmu pada Allah, bukankah hatimu akan disibukkan dengan bersyukur kepadaNya dibandingkan disibukkan dengan hal yang mendatangkan murka-Nya?

Apakah engkau terus membiarkan tangan yang diberikan oleh Rabbmu menuliskan puisi dan surat cinta yang bisa membuat kekasihmu terjerumus kedalam lembah fitnah dan dosa setelah berulang kali fatwa ulama dibawakan kehadapanmu?
 
Tidakkah engkau menggunakan tanganmu itu untuk menuliskan setiap nikmat yang telah Allah limpahkan kepadamu yang sekiranya kau gunakan seluruh samudra sebagai tintanya, seluruh pohon sebagai penanya dan seluruh usiamu untuk menuliskannya niscaya hal itu tidak akan mencukupi atas seluruh nikmat yang telah diberikan-Nya kepadamu?

Apakah engkau tidak ingin berusaha menyembuhkan penyakit yang menggerogoti hatimu sehingga kau merasa seperti ikan yang dikeluarkan dari air ketika dihadapkan kepadamu perintah dari Rabbmu yang melarangmu untuk mendekati zina?
 
Tidakkah engkau menggunakannya untuk menyadari kesalahanmu, menyesali perbuatanmu, beristighfar, Bertaubat dan kembali kepada Rabbmu?
 
Ataukah engkau tertipu dengan novel-novel cinta yang telah meruntuhkan rasa malu pada sebagian besar muslimin dan muslimah yang telah disampaikan nasihat kepada penulisnya:
Takutlah kamu kepada Allah yang mana setiap ucapan ataupun tulisan selalu dicatat dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nanti di Padang Mahsyar.

Manusia yang menjadi saksinya dan akupun menjadi saksi di hadapan Allah nanti bahwa kamu telah merusak aqidah kaum muslimin dan muslimah yang kamu tuliskan dalam novelmu “Ayat-Ayat Cinta”. Secara tidak langsung kamu telah menggiring umat Islam kepada jurang kesyirikan dan kehancuran.

Adapaun dari segi kesyirikan, karena ucapan-ucapan dan tulisan yang kamu tulis [1] sehingga menggiring manusia kepada makhluk, hal ini merupakan bentuk kesyirikan dalam mahabbah. Adapun dari segi kehancurannya karena kamu telah menggiring kaum muslimah untuk keluar dari rumah-rumah mereka untuk menyaksikan film, yang mana tuntunan Islam mengajarkan agar para wanita muslimah tinggal di rumah mereka.
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al-Ahzaab: 33)
Setelah obat dan terapi dari pakar dan dokter cinta disampaikan kepadamu, kiranya dari arah mana lagi engkau akan berpaling dari nasihat dan peringatan yang disampaikan kepadamu?
Mencurahkan pengorbanan untuk sang “PENCIPTA” itu lebih mulia, yaitu lebih mendahulukan keridhoan-Nya daripada keridhoan makhluk. Lebih takut kepada-Nya daripada takut kepada makhluk. Lebih berharap pada-Nya daripada berharap kepada makhluk. Lebih menghinakan diri di hadapannya daripada di hadapan makhluk. Pengorbanan ini memiliki 2 ciri: Pertama, mengerjakan pekerjaan yang dicintai Allah walau jiwamu sangat membenci dan menghindar darinya. Kedua, meninggalkan segala sesuatu yang dibenci Allah walaupun jiwamu sangat mencintai dan menyukainya. (Ibnul Qayyim dalam Thoriqul Hijrotain)
“Barangsiapa yang mengetahui jalan menuju Allah kemudian meninggalkannya dan memilih syahwatnya dan kelezatan dunia maka dia telah terjatuh ke dalam jurang kebinasaan. Dan hatinya berada dalam penjara yang sempit dan dia tidak pernah merasakan siksaan dalam hidupnya yang tidak pernah dirasakan oleh seorang pun di dunia ini. Hidupnya menderita, lemah, bersedih dan berkeluh kesah. Kematian dan tempat kembalinya adalah kerugian dan penyesalan.” (Ibnul Qayyim dalam Thoriqul Hijrotain)

Dikatakan dalam sebuah nasehat:

مَنْ أَرَادَ وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ لاَ يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ
Barangsiapa yang menginginkan pelindung, maka Allah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan teladan, maka Rasulullah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan pedoman hidup, maka al-Qur`an cukup baginya. 
Barangsiapa yang menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya.
Dan barangsiapa tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya.
Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari fitnah syahwat dan syubhat yang terus menyambar, dan memalingkan kita dari memperturutkan hawa nafsu dan terpedaya tablis iblis. Allahul Musta’an.
 
Sumber: Banyak menukil dari buku Mayat-Mayat Cinta
Catatan Kaki:

[1] Salah satu diantaranya ucapan “seorang santri salaf yang belajar talaqqi Qiro’ah Sab’ah”. Berkata kepada istrinya: “Cintaku kepadamu seperti cintanya seorang penyembah kepada sesembahannya.” (Novel AAC hal. 382)

Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

MANUNGGALING KAWULA GUSTI: 140 AJARAN DAN PEMIKIRAN SYEIKH SITI JENAR

KHASIAT DALAM SURAH ALI IMRAN

Hizb ut-Tahrir's Manifesto for the Revolution of Al-Sham: Towards the Birth of a Second Rightly-Guided Khilafah