Bagaimana Seorang Ulama Mendidik Putrinya?
Ummu `Abdillâh bintu Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi`î
Pernah membaca buku Nasehati lin Nisa? Buku yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Nasehatku bagi Para Wanita ini
ditulis oleh seorang aalimah (ulama wanita) dari negeri Yaman yang
bernama Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah. Beliau hafizhahallah adalah putri
dari ulama ahlul hadits di masa kita, yaitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi
Al-Wadi’i rahimahullah.
Ummu Abdillah adalah seorang aalimah yang memiliki banyak keutamaan.
Menurut Al-Ustadz Muhammad Barmim dalam biografi Syaikh Muqbil, Ummu Abdillah
mengajar di madrasah nisa’ (khusus wanita) dan memiliki beragam karya
tulis ilmiyah. Di antaranya:
- Shahihul Musnad fis Syamail Muhammadiyah (tentang kesempurnaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dicetak dalam dua jilid)
- Jamius Shahih fi ilmi wa Fadhlihi (tentang keutamaan ilmu)
- Tahqiq kitab As-Sunnah Ibnu Abi Ashim
- Nasehati lin Nisa
- dan sekarang beliau masih mengerjakan Shahihul Musnad min Sirah Nabawiyah
- Qatrun Nada sampai dua kali
- Syarh Ibnu Aqil sampai dua kali juga
- Tadribur Rawi
- Mushilut Thullabi ila Qowaidil I’rab (namun tidak selesai karena beliau sakit)
Majelis beliau senantiasa penuh dengan kebaikan, diskusi, dan pengarahan,
sampai pun di atas hidangan makan atau via telepon.
Ketika beliau di Saudi sebelum berangkat ke Jerman, ayahanda mengucapkan
salam lewat telepon kepada saya, “Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh”. Saya menjawab tanpa mengucapkan, “Wabarakatuh”. Beliau
bertanya (menegur), “Mengapa tidak engkau balas dengan yang lebih utama?”
sebagai isyarat pengamalan ayat ke 86 dari surat An-Nisa.
Terkadang beliau sengaja salah memberikan pertanyaan untuk menguji pemahaman
kami, sebagaimana itu beliau lakukan juga kepada murid laki-laki. Kadang beliau
bertanya tentang soal yang cukup berat, untuk memberikan faedah namun disuguhkan
dengan pertanyaan terlebih dahulu. Metode ini pun diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana di dalam hadits Muadz.
Kadang ketika kami menemui kesulitan dalam pelajaran atau riset kami, beliau
memerintahkan kami untuk meneruskan riset tersebut, atau beliau mengikuti kami
ke perpustakaan dan membantu kami. Inilah yang menyebabkan kami begitu berduka
karena kehilangan beliau rahimahullah. Siapa yang akan memperhatikan kami
sepeninggal ayahanda?
Beliau selalu mendidik dan mengarahkan kami dengan lemah lembut. Dan dengan
karunia Allah, kami tidak terdorong sedikit pun untuk menentang beliau, karena
semua itu adalah demi kemaslahatan dan keuntungan kami juga. Semuanya adalah
mutiara yang diuntai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.
Di antara yang mengagumkan pada diri beliau adalah tidak pernah memaksakan
kepada kami dalam perkara ijtihad kami yang memiliki sisi pandang lain.
Kalau kami sudah memahami suatu masalah yang berbeda dengan pemahaman beliau
maka beliau tidak memaksa kami, seperti juga kebiasaan beliau bersama
murid-muridnya yang laki-laki. Beliau tidak pernah menekan mereka untuk memahami
sesuatu yang masih perlu dipertimbangkan. Ini, sebagaimana para pembaca lihat,
adalah kemuliaan yang sangat jarang ditemukan.
Beliau rahimahullah juga memperingatkan kami dari masyarakat, karena
masyarakat kami adalah masyarakat yang rusak, bersegera dalam kesesatan dan
hal-hal yang tidak berguna, kecuali yang dirahmati Allah.
Beliau juga memperingatkan kami dari sikap sombong. Beliau sangat benci
kepada wanita yang sombong terhadap suaminya, beliau mengatakan, “Tidak ada
kebaikan wanita yang seperti ini.”
Beliau mendorong kami untuk bersikap zuhud terhadap dunia yang rendah
ini. Beliau bimbing kami untuk meniatkan apa yang kami makan dan minum untuk
menguatkan kami dalam bertakwa, agar memperoleh pahala dari Allah. Beliau
katakan, “Janganlah kamu sibukkan dirimu menyiapkan berbagai hidangan makanan.
Apa yang mudah diolah, kita makan.”
Beliau bangkitkan semangat kami. Beliau bukan termasuk orang yang suka
meruntuhkan semangat keluarga dan anak-anak perempuannya. Beliau membentuk kami
dengan sebaik-baiknya, agar kami mudah dan bersemangat untuk bersungguh-sungguh
dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat.
Di antara ucapan beliau kepada saya, “Saya berharap agar kamu menjadi wanita
yang faqih.” Ya Allah, wujudkanlah harapan ayahanda, duhai Zat yang tidak
diharap kecuali kepada-Nya, tempatkanlah beliau di surga firdaus yang
tinggi.
(Diringkas dari buku “Secercah Nasehat dan Kehidupan Indah Ayahanda
Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i”, terbitan pustaka Al-Haura
Jogjakarta).
Penulis : Ummu `Abdillâh bintu Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî
Al-Wâdi`î
Ulasan
Catat Ulasan